Indonesia adalah negara kepulauan yang
didalamnya memiliki berjuta keindahan, salah satunya adalah keindahan sektor pariwisata bahari. Wisata
bahari merupakan suatu kegiatan dalam menikmati
keindahan pemandangan alam, maupun keunikan dari ekosistem yang terdapat di
dalamnya, berupa rekreasi laut, danau,
maupun sungai.
Salah satu pesona Indonesia yang
menyajikan wisata bahari adalah Provinsi Lampung, yang terletak di arah
tenggara sebelah ujung Pulau Sumatera. Lampung memiliki banyak pulau,
diantaranya Pulau Condong, Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Sebuku, Pulau
Kelagian, Pulau Sitiga, Pulau Sebesi, Pulau Pahawang, Pulau Tangkil, Pulau
Krakatau, Pulau Tanjung Putus, Pulau Balak, Pulau Loh, Pulau Lunik, Pulau
Tabuan, dan Pulau Pisang. (pariwisatalampung.com)
Lampung terkenal dengan
julukan SAI BUMI RUWAI JURAI, yang memiliki makna tersendiri. Sai Bumi diartikan
sebagai rumah tangga agung yang berbilik-bilik, sedangkan Rua Jurai diartikan
sebagai dua unsur golongan masyarakat yang berdiam di wilayah Propinsi Lampung. (lampungprov.go.id)
Transportasi
menuju Bandar Lampung tidak terlampau sulit, dan jauh. Saya dan teman-teman berangkat menuju Bandar Lampung menggunakan pesawat, yang ditempuh dengan waktu 30 menit dengan
ketinggian 15.500 kaki diatas permukaan laut. Selama penerbangan, saya masih bisa melihat
banyak rumah dan pepohonan di bawah sana, dan juga
aliran sungai yang berujung di Selat Sunda. Sekitar 10 menit penerbangan, saya
melihat pesawat mulai menyebrangi Selat Sunda, meninggalkan Kota Jakarta dan
memasuki Kota Lampung.
Setiba di Bandar Lampung (pesawat mendarat di Bandara Radin Inten II di Tanjung
Karang), saya
melanjutkan perjalanan berkeliling Kota Lampung. Satu hal yang unik dan
menginspirasi, yaitu di setiap atap sebuah bangunan, pasti terdapat lambang Siger,
yang merupakan mahkota berwana emas, perlambang keanggunan adat budaya dan
tingkat kehidupan yang terhormat.
Cukup lama berkeliling, saya
melihat banyak masyarakat yang menjajakan komoditi khas Lampung, diantaranya
durian dan nanas madu. Hm, ingin mampir untuk mencicipi, namun tujuan saya
masih cukup jauh ternyata. Kendaraan kami terus melaju, meninggalkan hiruk pikuk
kota Lampung yang sangat ramai, namun tidak menimbulkan kemacetan. Beberapa
kali melewati pusat perbelanjaan besar, minimarket ternama yang memiliki
beberapa cabang di Kota Lampung, melewati persimpangan jalan dimana terdapat simbol-simbol kota Lampung seperti
gajah ataupun sepasang pengantin Lampung.
Rasanya belum mengunjungi Kota Lampung bila
belum mencicipi kuliner yang terkenal disini, yaitu Bakso Son Hajisony. Memang bukan kuliner khas,
namun menjadi kuliner wajib bila kita berkunjung ke Lampung. Ya, kedai bakso ini memiliki banyak cabang,
dan salah satu cabangnya berada di Jalan Wolter Monginsidi
No. 42 A.
|
Papan Nama Bakso dan Mie Ayam Son Hajisony |
Kedai
bakso ini hanya menyediakan menu bakso,
dan mie ayam ayam bakso. Satu porsi bakso dihargai Rp. 15.000,- tergolong sangat terjangkau karena
memang rasanya sangat khas.
Begitu pula dengan mie ayam baksonya, satu porsi seharga Rp. 15.000,- hampir sama
dengan mie ayam lainnya, hanya saja mie ayam disini langsung ditaburi potongan
mentimun sebagai acar.
|
Bakso Son Hajisony, Rp. 15.000,-
|
|
Mie Ayam Bakso Son Hajisony, Rp. 15.000,- |
Puas dan kenyang menyantap hidangan, saya
melanjutkan perjalanan. Tujuan wisata bahari yang pertama adalah menuju ke
Pantai Mutun, yang terletak di
Desa Sukajaya Lempasing, Kecamatan Padang
Cermin dengan waktu tempuh kurang lebih satu jam dari Bandara Radin Inten II.
Perjalanan menuju Pantai Mutun sangat menyenangkan, jalan lurus nan panjang dengan sesekali berkelok
dan menanjak benar-benar memanjakan mata, hamparan hijau dengan sesekali
pemandangan tebing yang kokoh, pesisir pantai dengan angin sepoi-sepoi. Beberapa
kali saya melihat warga yang membawa rumput untuk pakan ternaknya. Sungguh ini
pemandangan indah yang jarang saya nikmati di Jakarta. Hampir satu jam
perjalanan, menembus pedesaan yang asri, tibalah di Pantai Mutun.
Selamat datang di Pantai Mutun, dari
kejauhan sudah terlihat rombongan bus dan mobil yang hendak berwisata disini.
Tiket masuk Pantai Mutun sangat terjangkau, dengan harga tiket Rp 15.000,-/orang dan Rp. 10.000,-/mobil, kita sudah dapat menikmati pemandangan
bahari nan indah.
|
Selamat datang, wisata bahari Pantai Mutun |
Lahan parkir yang luas dan masih alami,
puluhan pondok berjejer di pinggir pantai, serta pohon kelapa yang
melambai-lambai membuat suasana semakin syahdu. Terik matahari tak dirasakan
lagi, meskipun kala itu suhu di Kota Lampung
sekitar 30°C, cukup panas hingga kami berbekal minum di ransel.
Tak lengkap bila mengunjungi Pantai Mutun,
tanpa singgah ke Pulau Tangkil. Ya, pulau
kecil yang hanya berjarak beberapa ratus meter saja dari Pantai Mutun. Pulau
Tangkil ditempuh dengan menggunakan perahu nelayan, yang memang disediakan bagi
pengunjung yang ingin menyeberang
ke Pulau Tangkil. Jaraknya tak begitu jauh, sekitar 5-10 menit menyeberang menggunakan kapal dengan satu
turbo jet. Harganya relatif
terjangkau bila dibandingkan dengan berjuta keindahan
yang dapat kita nikmati.
Untuk mencapai ke Pulau Tangkil,
dikenakakan tarif perahu sebesar Rp
20.000,-/orang. Menikmati penyeberangan yang singkat, dengan
perahu nelayan yang sesekali bergoyang karena terdorong angin merupakan
pengalaman yang tak terlupakan. Bapak penjual jasa perahu akan dengan senang hati menawarkan untuk berkeliling pulau, menikmati setiap jengkal keindahannya,
namun bisa juga langsung menuju ke titik utama Pulau Tangkil.
|
Selamat datang di Pulau Tangkil |
|
Suasana diatas perahu, menuju Pulau Tangkil |
|
Penyeberangan menuju Pulau Tangkil, sesekali perahu bergoyang tersapu ombak
|
Pesona Indonesiaku |
|
|
Terumbu karang, pemandangan cantik bawah laut
|
Adik kecil sahabat pantai, ramah, ceria, dan pemalu |
|
|
Selamat datang di Pulau Tangkil |
|
Nuansa sejuk dan asri |
Inilah Pulau Tangkil, pulau cantik
berhiaskan panorama pondokkan dengan pasir putih dan air laut yang jernih.
Sejuk bukan melihatnya? Rasanya seluruh kepenatan hiruk pikuk di kota hilang
sudah, rasa lelah dan terik matahari terbayar lunas. Perahu menepi dan kami bergegas turun. Segarnya air
laut ini, jernih, dan masih banyak ganggang dan rumput laut yang terlihat,
beberapa batuan dan ikan kecil mempercantik nuansa alam bawah laut.
Disini tersedia aneka permainan rekreasi
bahari, seperti banana boat, doughnut boat, kano, snorkling, dan sebagainya. Sayang sekali kami tak membawa pakaian ganti, sehingga
tak bisa menikmati wahana yang menguji adrenalin tersebut.
|
Loket pembelian tiket wahana rekreasi air (loket kosong) |
Penduduk disini sangat ramah, tak sungkan menawarkan jasa untuk
berkeliling pulau menggunakan perahu,
hingga menjajakan dagangannya, seperti perlengkapan rekreasi pantai (kaca mata, baju pantai, topi, dan ban renang) hingga
makanan serta minuman. Selain itu, tersedia kamar kecil dan mushola di sudut
utama.
|
Musholla dan kamar kecil di Pulau Tangkil
|
Warung kecil di Pulau Tangkil |
|
Setiap pengunjung yang
datang, dijamin puas menikmati suasana asri di Pulau Tangkil. Pulau Tangkil memiliki pasir yang
sangat lembut, berwarna putih, dengan beberapa kerikil berserakan. Pengunjung dapat menikmati
percikan ombak yang datang malu-malu, karena
disini sangat jarang menemukan ombak besar yang membelah bibir pantai.
|
Aku cinta wisata bahari, kunjungi Lampung 2016, Pesona Indonesia |
|
Nikmat TuhanMu yang manakah yang kau dustakan..? |
Pantai Sari Ringgung terletak tak jauh dari Pantai
Mutun, sekitar 30 menit ditempuh dengan kendaraan roda empat, dengan pemandangan
tebing di sisi sebelah kanan dan pesisir pantai di sisi kiri, serta beberapa rumah
warga yang letaknya berjauhan satu dengan lainnya.
Dari kejauhan terlihat billboard selamat
datang di Pantai Sari Ringgung, Bandar Lampung. Hari semakin sore dan matahari
mulai sedikit meredupkan sinarnya. Sekitar 5 menit dari pinggir jalan utama,
terdapat pintu masuk menuju Pantai Sari Ringgung, sederhana, dan hanya dijaga
oleh satu atau dua penjaga.
|
Pintu masuk Pantai Sari Ringgung |
Harga tiket masuk tak beda jauh dengan
pantai Mutun, yaitu Rp 10.000,-/orang, dan Rp. 10.000,-/mobil. Memasuki area Pantai Sari Ringgung, disambut dengan tebing
menjulang tinggi, dengan pepohonan yang lebat, area parkir yang luas dan tak
jauh dari bibir pantai, hanya beberapa langkah saja. Sama seperti di Pantai
Mutun, Pantai Sari Ringgung menyedakan pondokkan untuk beristirahat, juga
tersedia area atau pondok serbaguna, yaitu Boat Cafe and Resto, dimana saat kami datang
sedang diadakan acara gathering oleh suatu perusahaan.
Selamat datang di Pantai Sari Ringgung
Dan lagi, kami didatangi oleh abang perahu
yang sangat ramah, kali ini menawarkan jasa perahu menuju masjid terapung dan
pasir timbul, dengan logat Jawanya yang kental. Tak berlama-lama, kami bergegas
menuju dermaga perahu bersandar, dengan membayar tarif Rp. 130.000,-/perahu untuk lima orang, kami sudah bisa menyebrang ke masjid terapung dan wisata ke Pasir Timbul.
|
Jasa perahu menuju Masjid Terapung dan Pasir Timbul |
Unik memang, namanya Masjid Terapung Al-Aminah, letaknya benar-benar terapung, ditempuh dengan waktu kurang dari 5 menit
menggunakan perahu nelayan dengan dua turbo jet. Penyebrangan kali ini lebih
terasa nyaman, karena ombak hampir tidak ada, sehingga perahu kami melaju
dengan santai. Di masjid terapung disediakan fasilitas kopi/teh gratis untuk
pengunjung yang mampir, dengan beberapa santri yang ramah menyapa saat kami
datang.
|
Masjid Terapung, lima menit dari bibir Pantai Sari Ringgung |
|
Masjid Terapung Al Aminah, bersih dan terawat |
Tak lama berselang, kami melanjutkan
perjalanan ke Pasir Timbul, ikon yang wajib dikunjungi saat bertamu ke Pantai
Sari Ringgung. Pasir Timbul adalah sebuah gundukan pasir yang timbul di tengah
laut, namun saat air pasang pasir ini akan tenggelam. Beruntung, kami datang
saat Pasir Timbul ini muncul. Waktu tempuh menuju Pasir Timbul sekitar 10 menit
dari masjid terapung, dengan angin sepoi-sepoi yang mengantarkan kami pada
pesona keindahan alam Lampung.
|
Perjalanan menuju Pasir Timbul |
|
Pulau Tegal, menawan dari kejauhan |
Setibanya di Pasir Timbul, kami turun dari perahu dan bergegas
menju spot utama. Uniknya, terdapat rumah terapung, yang terbuat dari susunan
kayu yang apik. Ditengahnya terdapat kolam penangkar ikan, yang menurut
pengelola setempat merupakan ikan hiu, sepintas memang mirip hiu, namun tanpa
sirip punggung. Kami menyusuri panggung jalan setapak hingga tiba di Pasir
Timbul. Kesan pertama, cantik sekali, benar-benar lukisan Tuhan yang sangat
cantik menawan.
|
Dermaga perahu, banyak wisatawan yang berkunjung |
|
Penangkaran ikan, sejenis hiu, tanpa sirip di punggung |
|
Selamat datang di Pasir Timbul, Pantai Sari |
|
Sisi lain papan selamat datang di Pasir Timbul
|
Pasir Timbul |
|
|
Pesona Pasir Timbul |
Sekilas kasat mata, Pasir Timbul merupakan
gundukan pasir putih bersih, yang terdiri dari pasir dan baru kerikil kecil
yang sangat halus, membentuk seperti pulau kecil, tanpa ada tanaman yang tumbuh
diatasnya. Dihiasi air yang sangat jernih, dengan beberapa ganggang hilir mudik
memanjakan mata. Satu hal yang pasti, saya tidak menemukan hewan pantai disini,
seperti kepiting kecil atau keong/siput. Sehingga saya merasa aman berlarian
tanpa takut ada ekosistem yang rusak.
|
Mencoba menangkap tumbuhan laut yang terbawa ombak
|
Air laut yang sangat jernih |
|
Batuan kecil nan indah |
|
Pasir putih nan halus |
|
Pasir Timbul dikelilingi oleh pulau-pulau,
cantik sekali, dengan matahari bersembunyi di balik salah satu pulaunya. Kami
puas bermain air disini, hingga tak terasa matahari mulai tenggelam,
pemandangan matahari terbenam dari sini sangat eksotis, siluet yang dihasilkan
membuat siapapun yang melihatnya akan memuji keindahan ciptaan Tuhan.
|
Menanti matahari tenggelam |
|
Surya tenggelam |
Petugas pengelola pun menghampiri kami,
menyarankan agar segera kembali ke pantai Sari Ringgung, karena hari sudah
mulai gelap. Kami dan seluruh pengunjung lainnya bergegas menghampiri petugas
perahu, kali ini perahu menunggu di dermaga hingga kami usai. Penyebrangan
menuju Pantai Sari Ringgung terasa sangat menyenangkan, sesekali kami menceburkan tangan ke air laut
yang berubah warnanya beragam, dari hijau toska, menjadi biru gelap, kemudian kembali
menjadi hijau toska, dan kemudian air yang jernih, menandakan kedalaman laut
sangat dangkal. Terima kasih Pantai Mutun dan Pantai Sari Ringgung, pesonamu
sejenak melupakan kami pada kepenatan dalam pekerjaan sehari-hari.
Lelah berekreasi di dua pantai, membawa
kami pada sebuah tempat makan yang luar biasa nikmat. Dari kejauhan, terlihat
papan reklame yang begitu besar mempromosikan salah satu menu andalannya, Lele
Terbang.
Penasaran, kami mampir dan mencicipi rasanya. Hampir sama seperti di
kota-kota lainnya, ternyata warung makan ini merupakan idola pada muda-mudi,
dan keluarga tentunya. Bagaimana tidak, hampir satu warung dipenuhi oleh
segerombolan pemuda-pemudi dan beberapa diantaranya adalah rombongan keluarga.
Menu yang ditawarkan beragam, dengan harga yang sangat terjangkau. Rasanya? Jangan diragukan, persis seperti makanan rumahan, sehingga cocok untuk siapa saja. Warung Sambal Lalap menyedikan beragam menu, yang dipesan melalui pelayan kemudian akan diantarkan ke meja pengunjung. Pelayan disini sangat ramah, dan sangat membantu kami yang kurang mengetahui cara memesan makanan di warung ini.
|
Rumah makan sambel lalap, menu andalan lele terbang |
|
Menerima take away |
Selesai makan, saatnya menikmati keindahan
kota Bandar Lampung di waktu malam. Bandar Lampung malam terlihat sangat
cantik, dengan kelap-kelip lampu yang menghiasi kota, dan tentunya tidak ada
kemacetan yang berarti disini. Kami berkunjung ke salah satu pusat perbelanjaan
besar, yaitu Kedaton Mall, yang sangat megah dan rasanya semua tersedia disini.
Sayang sekali, kami harus bergegas
meninggalkan Kota Lampung dengan segala hiasan terindahnya. Dan lagi, sebelum
meninggalkan kota sejuta siger ini, kami mengunjungi kedai bakso Basuki, yang terletak
di Jl. Arif Rahman. Meski cuaca panas, saat itu suhu di luar mencapai 32°C, namun semangkok
bakso ini melegakan rasa lapar di siang ini. Harganya terjangkau, Rp.
15.000,-/porsi.
|
Suhu Bandar Lampung, Minggu 18 Januari 2016 |
|
Bakso Basuki |
|
Satu mangkok bakso Rp. 15.000 |
Belanja oleh-oleh pun tak kalah seru dan
menariknya. Pusat oleh-oleh yang paling terkenal adalah toko Yen Yen. Sepintas
toko ini sangat kecil, hanya berukuran 3x3 meter saja jika dilihat dari tampat
depan. Namun, siapa sangka, dalamnya sangat luas, dan aneka jajanan khas
Lampung tersusun rapi di rak. Kami membeli kemplang khas Lampung dengan kisaran harga Rp. 9.000-30.000,- per bungkusnya, dengan sambal kecilnya yang pedas dan
kehitaman. Tak lupa, sambal Lampung sebagai bagian paling wajib dibeli untuk
oleh-oleh, seharga Rp. 20.000-30.000,- per botol kecil. Oleh-oleh lainnya adalah
kopi Lampung, namun karena tak mengonsumsi kopi, saya tidak membelinya, dan
satu lagi keripik pisang lampung, yang semakin hari semakin banyak varian
rasanya.
|
Pusat oleh-oleh Lampung, Toko Yen Yen
|
|
Suasana di dalam toko |
|
Banyak pengunjung dari kalangan publik figur |
Sayang, di toko Yen Yen keripik pisang
lampung terjual habis, sehingga kami menuju ke Jl. Pagar Alam, dimana sepanjang jalan
kami bisa menemukan penjaja dagangan keripik pisang lampung aneka rasa. Pilihan
kami jatuh pada toko Askha Jaya (askhakeripik@gmail.com), dan benar saja, harganya cukup terjangkau untuk
rasanya yang begitu menggoyang lidah, dan tentu saja, pelayanannya sangat
ramah. Kami dipersilahkan icip-icip (sampai kenyang) untuk mencoba
masing-masing varian keripik pisang.
|
Pusat oleh-oleh keripik pisang khas Lampung, Askha Jaya |
Menurut saya toko ini sangat mengikuti
perkembangan jaman, mata saya langsung tertuju pada keripik pisang rasa green
tea, dimana semua anak muda akan langsung menuju ke varian rasa ini. Rasa green
tea matcha yang sangat pekat membuat siapapun suka, dengan harga Rp. 80.000,-/Kg
kita sudah dapat membawa pulang keripik pisang berbalut green tea nan menggoda
ini. Varian lainnya seperti barbeque, rumput laut, udang pedas, durian, melon,
keju susu, mocha, kopi, strawberry, dan original seharga Rp. 50.000,-/Kg. Puas
sekali berbelanja oleh-oleh disini, kami meninggalkan Bandar Lampung dengan
penuh suka cita dan cerita.
|
Varian rasa : green tea, keju susu, moka, kopi |
|
Varian rasa : strawberi, durian, printil jagung |
Indahnya negeriku, alamnya yang hijau
berbinar, lautnya yang biru menderu, dengan ciri khas yang dimilikinya. Siger
Lampung, seperti harapannya, menunjukkan kekayaan alam yang dimilikinya. Ayo
kunjungi Bandar Lampung, di ujung Pulau Sumatera, nikmati pesona Indonesia
dalam balutan bahari nan ayu.
Pesan bagi para wisatawan lainnya, harap tidak
meninggalkan sampah dalam bentuk apapun di kawasan ini, mari kita jaga bersama
keindahan dan kelestarian alam Indonesia, membuatnya cantik akan menyejukkan
mata kita.
|
Mari kita jaga dan lestarikan alam Indonesia, wisata bahari nusantara |
Happy traveling, cara termudah mengurangi kepenatan setelah berkutat dengan aktivitas sehari-hari.
Salam hangat,
- DeviGo -
Referensi :
Komentar