Let's Read with Fun !


Hai, sudahkah membaca hari ini? saya sudah membacakan 4 buku dari melek mata hingga siang ini, dan masih akan ada beberapa buku lagi sebelum tidur malam nanti. Membacakan buku cerita itu ternyata menarik lho, sekaligus menantang. Sangat menantang karena saya buka tipe yang doyan baca buku, tapi semenjak ada putra semata wayangku, semua berubah.

Namanya Kian, saat ini usianya tiga setengah tahun. Hobinya? ambil buku dari rak, nggak cuma satu, tapi bisa 3-4 sekaligus, lalu berlari ke arahku atau ayahnya, dan minta dibacain buku. Buku menjadi salah satu pelarian dia saat bosan, dan pelarianku saat dia mulai tantrum. Kok bisa? iya bisa, nyatanya begitu.


Kian usia 20 bulan sangat antusias ambil buku untuk diceritakan

Saya mulai mengenalkan buku sejak ia dalam kandungan, lalu sejak usia 2 bulan setelah lahir saya mulai membacakan buku dengan nyaring (read aloud istilahnya). Obsesi banget anak 2 bulan udah dibacain buku? Ya nggak juga sih, waktu itu aku hanya nggak tau mau apa, karena masih dalam cuti melahirkan dan saya mempraktekkan ilmu dari Kak Aio (Ayo Dongeng Indonesia) dengan detail mengajari kami para calon orang tua, pentingan mendongeng. Waktu berselang, sempat nggak konsisten juga karena sedikit baby blues.


Singkat cerita, usia 8 bulan saya mulai mengulangi semuanya dari awal? mulus? tentu saja tidak. Tapi semua butuh proses, nggak sebentar, nggak mudah, dan harus teguh pendirian. Saya mulai dari halaman pertama, yang nggak pernah habis dibaca. Baru satu kalimat, anaknya udah bosen, tarik-tarikan buku, untungnya nggak sobek karena board book.


Usaha yang nggak semulus kelihatannya, dari mulai tarik-tarikan, dicuekin, ditinggal pergi, sampai pernah pada titik "mami aku nggak mau baca buku"


Buku pertama dan akan dikenang selamanya, harganya sangat terjangkau tapi gambarnya sangat jelas. Dari hanya sebaris kalimat, hingga kini bisa 8-10 buku setiap hari, diulang terus sampai dia hafal sendiri jalan ceritanya. Buku pertama berjudul "Anjing Kecilku" terbitan Elex Kidz. Board book dengan kertas glossy sebanyak sembilan halaman.


Dibacakan buku oleh akung (kakek), meski rasanya seperti mendengarkan pidato


Buku 3D, beli bekas tapi kualitas masih bagus sekali



Hari demi hari kami lalui dengan beragam buku. Saya mulai semangat mengumpulkan buku dari hasil jasa titip kawan. Mulai buku lokal hingga impor yang harganya lumayan menguras kantong. Dari buku bantal, board book, sound book, flip flap book, pop up book, hingga buku dengan kertas glossy biasa sudah saya coba. Hasilnya pun beda-beda. Berdasarkan pengalaman, buku dengan tampilan pop up dan suara jauh lebih menarik. Bagaimana tidak, anak kecil yang sangat haus akan segalanya diberikan stimulasi tambahan lewat sebuah buku bersuara. 

Sound book pertama, tentang transportasi



Pada waktu itu Kian suka sekali semua hal tentang transportasi, sehingga sound book ini bagaikan hujan ditengah gurun pasir. Kedua, buku bukan sebagai pengganti kehadiran orang tuanya, lebih tepatnya buku sebagai media pemersatu ikatan antara orang tua dan anak. Setelah membeli buku sebaiknya orang tua atau support system yang lain memfasilitasinya dengan membacakan atau mendongeng (bagi yang belum bisa membaca) atau menemaninya saat anak membaca buku. Karena buku mengandung banyak pertanyaan seru bagi anak. Semua hal dianggap baru dan sangat menarik untuk dibahas.




Diam-diam Kian menceritakan kembali isi bukunya, gayanya persis saat saya membacakan cerita untuknya. Ada rasa haru dan bangga saat kita melihat anak kecil ini bisa menceritakan kembali isi bukunya, dengan gayanya. Jangan pernah merasa apa yang kita tanamkan sia-sia, tidak, kita hanya perlu sedikit lebih banyak waktu untuk membuktikannya. Karena hal ini, saya jadi suka sekali jajan buku.


Hobi membelikan buku menjadi me time saya, setiap ada agenda promo buku besar-besaran, saya pasti menjadi bagian dalam "rebutan buku". Seru juga, tapi ternyata membeli buku jangan hanya sekedar ikut-ikutan tren. Pertama-tama kita harus mengetahui karakteristik anak, kesukaannya apa? agar buku yang kita beli tepat sasaran dan tidak mubazir.

Pertama kali saya ajak berburu buku di pameran akhir tahun 2019

Soal membacakan buku, saya bekerja sama dengan keluarga dirumah. Saya mengajak kedua orang tua dan suami untuk bantu membuat kegiatan mendongeng menjadi hal yang menyenangkan. Awalnya memang tidak mudah, tapi kami berusaha. Dari sini saya paham, ternyata buku bisa semenyenangkan itu. Membacakan buku juga jadi jauh lebih asyik karena interaksi dua arah antara aku (atau orang yang membacakan) dan anakku terjadi. Selain bisa membacakan cerita, bonding kami pun terbentuk. Buku menjadi salah satu media yang memperkuat ikatan kami.


Peran ayah dalam kemampuan literasi anak


Soft book menjadi salah satu buku penunjang stimulasi sensorik


Membaca bersama uti (nenek), seru meski terbata-bata mendongengkannya


Terbata-bata, kalimat yang saya ingat betul hingga sekarang. Saya terlahir dari keluarga yang jarang baca buku, bahkan bisa dibilang nggak pernah baca buku. Jangankan baca, punya buku juga nggak. Satu-satunya buku yang saya punya adalah buku pelajaran. Seingat saya, saya tidak pernah dibacakan buku oleh orang tua, karena kesibukan beliau. Jadi wajar saja kalau saat harus memulai dari awal, semuanya terasa kaku. Tapi itu dulu, setelah banyak bulan berlalu, ayah dan ibu saya mulai biasa dengan ritual ini, membacakan buku pun jadi lebih seru karena ceritanya bisa mengalir seperti angan-angan Kian.


Pun dengan saya membiasakan mendongeng untuk Kian, saya melawan ketidakbiasaan menjadi suatu hal yang lumrah. Artinya, saya tidak merasa beban saat membacakan. Beban yang paling sering menggelayuti diri adalah rasa malas dan ngantuk. Kebiasaan ini menjadikan saya juga belajar banyak hal baru, karena betul, buku adalah jendela dunia, dan membaca adalah cara untuk membukanya. 



Membacakan buku bisa membuat anak tenang dan mengatasi rasa cemasnya. Saya sedang membacakan buku saat antri di dokter gigi, setelah ini Kian sangat kooperatif saat diperiksa gigi



Bulan lalu tepatnya 28 November kita memperingati hari mendongeng nasional. Saya ikut sebuah acara yang menyajikan materi sangat menarik, yaitu bagaimana buku bisa memenuhi hak anak dalam pendidikan usia dini. Rasanya haru, karena ternyata hak anak bukan hanya diberikan rasa aman dan nyaman dalam lingkungannya, tapi lebih kompleks hingga urusan memperkenalkan anak dengan buku sedini mungkin. Buku bergizi tidak harus mahal, yang penting sesuai dengan usia anak dan konsep atau nilai yang ingin kita tanamkan dalam kehidupan sehari-hari


Saya jadi teringat jaman masih duduk di bangku sekolah menengah, rasanya males banget kalau sudah waktunya pelajaran Bahasa Indonesia. Guru saya pasti menyuruh kami untuk menuju perpustakaan, pinjam sebuah novel untuk di diskusikan dalam kelompok. Suasana perpustakaan yang kurang pencahaayaan, bau buku tua bercampur debu, dan suasanya yang sangat sepi membuat perpustakaan kurang di gemari.


Hey, ini sudah mau 2021 ! ada perpustaan online yang menyajikan banyak cerita dalam bentuk digital. Dengan kualitas gambar yang sangat bagus dan narasi yang cukup singkat, serta ada keterangan tahap membacanya. Lebih kerennya lagi, aplikasi ini menyajikan tampilan dalam berbagai bahasa lho !

Aplikasi ini praktis untuk anak yang sedang dalam tahap belajar membaca. Tampilan di gawai pun pas, tidak ada kolom lain atau iklan yang bisa mendistraksi anak saat membaca. Jangan lupa di unduh ya.

Aplikasi Let's Read Indonesia


Salah satu cerita di aplikasi Let's Read Indonesia


Saya telah mengunduh aplikasi ini secara gratis, wah Kian sehari bisa menghabiskan 15 judul, bahkan lebih kalau tidak saya tahan untuk sesi membaca esok hari. Judul yang paling membuat dia berfikir adalah ketika seorang anak perempuan yang sedang bosan dengan hari-harinya, lalu bertemu dengan seorang anak disabilitas yang sangat menghargai hidupnya. Saya yang membacakan sempat terhenti, menahan haru karena seketika saya pun tertampar. Kita memang dalam kondisi yang serba terbatas, adanya pandemi ini membuat kita semua bosan. Tapi ingat, ada yang mungkin kurang beruntung dari kita, tapi penuh dengan rasa syukur atas nikmatNya. Jadi bagaimana kita bisa bahagia? sesederhana bagaimana cara kita menciptakan suasana bahagia dalam diri sendiri, dan menularkannya pada yang lain.


Tidak hanya gambar di buku yang berpelukan, saya dan anak saya juga berpelukan, ceritanya mengajarkan kami arti menghargai hidup


Aplikasi ini sangat bagus, membawa kita keliling Indonesia, bahkan dunia juga lho, karena menyajikan banyak cerita dari berbagai tempat. Tidak hanya itu, ceritanya mengandung banyak nilai positif yang pas sekali dengan kebutuhan saya saat ini. Nilai-nilai berharga tentang bagaimana kita menghargai diri sendiri, menghargai waktu, menghargai sesama, dan banyak prinsip hidup lainnya.


Ayo segera unduh aplikasi ini ya teman-teman, dan jadikan hari-hari Ananda menyenangkan dengan banyak membaca. Membaca itu seru lho !


Ingin berkenalan lebih dekat, mari kunjungi instagram saya. 
Terima kasih sudah membaca ☺


Komentar

Dewi Rieka mengatakan…
Ala bisa karena biasa ya, dulunya tak suka sekarang ketagihan membaca...

Postingan populer dari blog ini

Pizza Merakyat, the one and only Pizza in Purworejo

Sejarah Budaya Lomba 17-Agustus-an dan Pelestariannya Untuk Anak Generasi Pandemi

Pengalaman Pertama Masak Praktis Bersama Halofudi