Pengelolaan Sampah yang Baik Berawal dari Rumah

Sumber : pinterest.com




Secuplik kisah Leuwigajah,
mengenang tragedi longsor sampah terbesar 16 tahun silam :

Pernah dengar kata Leuwigajah? saya langsung teringat tragedi 16 tahun lalu, tepat di bulan Februari terjadi longsor besar di tempat pembuangan sampah (TPA) Leuwigajah, Kota Cimahi, Jawa barat. Menurut sumber yang saya baca, peristiwa tersebut terjadi pada dini hari saat penduduk sekitar tertidur lelap. Hujan yang tak berhenti sejak beberapa hari lalu mendorong gunungan sampah yang jaraknya tak jauh dari pemukiman. Nahas, malam itu terjadi longsor sampah setinggi 5-7 meter yang menewaskan 157 jiwa. 

Sangat mengerikan. Saya yang mengulik kembali berita tentang longsor di Leuwigajah sampai bergidik membayangkannya. Berton-ton sampah yang bau menelan ratusan korban dalam waktu singkat. Kala fajar tiba, gunungan sampah itu sudah rata dengan tanah menenggelamkan dua kampung, yaitu Kampung Cilimus dan Kampung Pojok.


Apa yang bisa kita pelajari dari tragedi tersebut?

Pengelolaan sampah yang kurang baik. Sampah yang bercampur mulai dari sampah anorganik (kayu, kardus, plastik, gabus, bahkan elektronik) dan sampah organik (sisa makanan), belum lagi bayangkan berapa banyak sampah kotoran manusia (human waste dari popok sekali pakai) yang menumpuk disana. Tak bisa dibayangkan.

Belajar dari kejadian itu, sudah selayaknya kita mulai membenahi satu per satu pengelolaan sampah agar menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi banyak pihak. Sampah memiliki manfaat? menurut saya iya. Manfaat yang kadang kita abaikan, misalnya sampah kardus atau plastik, bila dikelola dengan baik, bisa disalurkan kepada bank sampah atau komunitas daur ulang sampah di sekitar kita. Di tangan yang tepat, limbah kardus anorganik bisa jadi mata pencaharian baru bagi sebagian orang. Seprianto (2018) juga telah menganalisis pemanfaatan limbah kertas dan kardus untuk penyerapan sisa fluida cair pada industri. Sampah organik juga bisa didaur ulang dengan cara pengomposan sehingga menghasilkan manfaat yang berkelanjutan untuk lingkungan.


Rumah sebagai langkah awal pengelolaan sampah

Rumah adalah unit terkecil dalam sebuah masyarakat, yang dihuni satu atau lebih kepala keluarga. Berawal dari rumah, sebuah kebiasaan bisa terbentuk. Kebiasaan yang akan terus diturunkan untuk anak cucunya kelak. Kebiasaan yang bisa kita tentukan sendiri akan seperti apa.

Saya teringat jaman saya duduk di bangku sekolah dasar, setiap hari minggu ibu saya sibuk di pekarangan, memisahkan beberapa sampah dalam beberapa kantong. Setelah saya selidiki ternyata ibu saya memisahkan sampah kering dan basah. Saat itu saya tidak begitu paham apa fungsinya, tapi kebiasaan ibu menurun pada saya.

Hingga dewasa ini, saya telah berkeluarga dan mulai mengelola kehidupan secara mandiri, artinya beberapa kebiasaan baik sejak kecil saya terapkan ke keluarga kecil saya. Termasuk dalam hal ini juga mengelola sampah, baik sampah dapur maupun limbah anorganik hasil belanja bulanan. Setahun belakangan ini saya lebih sering berbelanja online karena pandemi. Akibatnya? tentu saja sampah kardus menumpuk dirumah.

Belum lagi saya masih memiliki anak kecil yang menggunakan popok sekali pakai, sedih rasanya tiap Jum'at tiba, karena petugas sampah akan berkeliling komplek mengambil satu demi satu sampah dari seluruh rumah. Menggunakan alat seadanya, tanpa alat pelindung diri (APD) yang layak. Mengapa saya bilang kurang layak? seperti gambar dibawah ini yang saya ambil dua minggu lalu.


Sumber : Dokumentasi Pribadi


Sumber : Dokumentasi Pribadi


Dari ketiga petugas sampah di komplek saya terlihat bahwa APD yang digunakan tidak seragam, apakah ada standar APD untuk petugas pengumpul sampah? Menurut Adnani (2010) dalam penelitiannya disebutkan bahwa ada tiga APD yang harus digunakan petugas sampah saat bekerja, yaitu alat pelindung kepala, tangan, dan kaki.

Dari ketiga hal ini, saya prihatin melihat petugas sampah di komplek saya hanya menggunakan plastik kemasan bekas minyak goreng untuk melindungi kedua tangannya. Padahal bisa dipastikan kedua tangan ini adalah organ krusial karena akan paling sering berkontak dengan anggota tubuh yang lainnya. Kemudian apakah kebersihan mereka akan terjamin? kalau belum tentu dalam satu RT tersedia keran air bersih untuk bisa mereka gunakan setelah mengambil sampah.

Seringkali beberapa petugas yang sudah cukup dekat dengan ayah saya meminta izin untuk menggunakan toilet dirumah, kebetulan ayah saya menyediakan musholla kecil di depan rumah lengkap dengan toiletnya. Beberapa diantara mereka kadang sekedar mencuci tangan seraya membasuh muka sebelum duduk dan mengambil botol minumnya.

Di sela pekerjaannya, saya coba datang mendekat dan bertukar cerita. Dari ceritanya saya jadi sedikit banyak tahu bahwa ada beberapa hal seperti :

sebenarnya seragam dikasih mbak, yang oranye itu, tapi cuma beberapa biji, sedang kita kerja tiap hari, kadang belum kering

sepatu bot ada, tapi enakan pake sepatu gini aja nggak berat

iya harusnya pake masker, tapi sesak

dari sana dikasih sarung tangan karet, tapi susah kalo buat ambil yang kecil-kecil, enakan kaya gini aja cepet

Dari cuplikan jawaban diatas saya menyimpulkan bahwa standar dari pemerintah itu ada, tapi mungkin sosialiasinya yang kurang. Sosialisasi untuk patuh mengenakan APD yang tepat untuk melindungi diri dari resiko kesehatan akibat kontak langsung dengan sampah yang begitu banyak dan beranekaragam jenisnya.


Gerakan memilah sampah kawasan, dimulai dari rumah

Pernah dengar memilah sampah? yaitu memisahkan antara sampah organik dan anorganik. Tujuannya? agar sampah anorganik bisa digunakan kembali untuk hal lain yang bermanfaat. Sementara sampah organik bisa di daur ulang sehingga tidak menyebakan timbunan dan pembusukan massal akan menghasilkan gas methana, yang berujung pada penipisan lapisan ozon sehingga terjadi pemanasan global. Sejujurnya saat ini kita sudah merasakan efek rumah kaca di beberapa kota besar yang memiliki lebih sedikit lahan hijau.

Menurut UU No. 81 Tahun 2012 pasal 2, pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah menjadi sumber daya.

Manfaat lain dari pemilahan sampah ini adalah mengurangi stigma masyarakat tentang petugas sampah yang maaf, bau. Sebelumnya saya sudah mengikuti talkshow yang diadakan oleh zero waste cities YPBB melalui zoom, yang membahas tentang pencegahan tragedi Leuwigajah agar tidak terulang. Dalam rekamannya diceritakan bagaimana petugas sampah mendapat cibiran saat harus pulang naik angkutan umum. Lebih jauh daripada itu, saya membayangkan bahwa petugas sampah juga memiliki anak, barangkali beberapa diantara mereka ada yang masih kecil. Selayaknya anak kecil pada umumnya yang akan suka cita menyambut ayahnya kembali dari pekerjaan.

Kira-kira apa yang akan terjadi kalau ayahnya pulang dalam keadaan baju yang kotor terkena cairan sampah? karena di komplek saya sampah di setiap rumah mereka kumpulkan dalam keranjang besar kemudian digotong menggunakan bahu dari tempat sampah ke truk yang terparkir beberapa meter jauhnya. Saya ingin sekali mulai ada gerakan memilah sampah dari kawasan saya tinggal, paling tidak dari lingkup terkecil, yaitu RT, namun hingga saat ini jangankan memilah sampah, membuang sampah dengan benar saja masih menjadi PR. 

Beberapa orang masih membuang sampah tidak diikat dengan benar plastiknya, akibatnya? sampah berserakan dan menambah pekerjaan tukang sampah dengan harus menyerok sisa sampah dengan menggunakan papan kayu ukuran 15x15 cm. Miris bukan? belum lagi beberapa warga masih senang sekali membakar sampah. Di musim hujan ini, sedikit saja ada jeda mentari muncul, asap langsung menyesakkan dada.

Pemilahan sampah ini terbilang mudah, dengan syarat dikerjakan oleh tiap-tiap rumah sehingga memudahkan pula bagi petugas sampah. Dengan gotong royong memilah sampah dari rumah, kita sudah membantu mengurangi beban petugas sampah, membantu mengurangi penumpukan sampah di TPA, dan membantu menyelamatkan lingkungan.

Gerakan memilah sampah di Indonesia pertama kali digalakkan oleh organisasi non-profit YPBB dengan mengkampanyekan gerakan zero waste cities yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia selaras dengan alam, secara berkelanjutan. YPBB juga melakukan pelatihan pengelolaan sampah yang baik untuk relawan dan juga masyarakat sekitar. Output dari program ini dapat disimak pada tayangan berikut dan tayangan lain pada youtube YBPP

Beberapa waktu sebelumnya saya bertukar cerita dengan teman saya yang pernah tinggal di Negeri Sakura beberapa tahun. Ia menceritakan betapa disana sangat disiplin dalam mengelola sampah. Bagaimana tidak, terdapat beberapa peraturan tentang pembuangan sampah, misalnya sampah organik akan diambil di hari senin, harus dikemas menggunakan plastik tertentu yang sudah diseragamkan untuk semua penduduk. Petugas sampah hanya akan mengambil jenis sampah sesuai jadwal pengambilannya.

Ia melanjutkan bahwa saat awal-awal tinggal disana, ia masih bingung dengan peraturannya meski sudah ada lembar petunjuk pemilahan sampah. Pernah suatu kali ia salah menggunakan plastik sampah, hingga sampahnya tidak ikut diangkut pada hari itu. Akhirnya ia harus membuang sendiri sampah itu dengan jarak yang lumayan jauh. Sebuah pengalaman berharga tentang sampah.

Zero waste tidak mungkin bisa diterapkan 100% oleh semua orang, karena pasti ada satu atau dua hal yang membuat kita tetap menghasilkan sampah setiap harinya. Tapi bukan berarti kita tidak bisa menguranginya. Merujuk pada pengalaman teman dan kebiasaan dari ibu saya, maka saya sudah sejak lama memilah sampah, meski belum konsisten 100%. Sampah yang sudah saya pilah diantaranya adalah sampah kardus, plastik, sampah dapur, sampah popok sekali pakai, dan limbah minyak jelantah.


Sampah kardus

Sangat banyak terutama sejak pandemi karena lebih sering berbelanja online sehingga pengemasan menggunakan kardus. Saya biasa menyisihkan kardus hingga cukup banyak kemudian di daur ulang. Saat ini ada aplikasi yang mengajak kita menjaga kelestarian lingkungan dengan mendaur ulang sampah anorganik. Kondisi seperti saat ini saya kesulitan menemukan bank sampah karena pembatasan gerak dan sosial di daerah saya. Beruntung ada aplikasi yang bisa menerima sampah anorganik dan dijemput kerumah.


Tumpukan sampah yang menunggu dijemput petugas daur ulang
Sumber : Dokumentasi Pribadi


Beberapa kardus besar yang kokoh dan keras saya pergunakan kembali untuk media belajar anak saya. Saya biasa membuat kardus sensori seperti ini. Menarik bukan?

Sumber : Dokumentasi Pribadi



Sisa potongan kecilnya saya gunakan kembali untuk media bermain yang lain, seperti mencocokkan alfabet atau hijaiyah. Seru bukan? ini semua permainan murah meriah kaya ilmu dari sisa sampah kardus. Semoga menginspirasi ya.

Sumber : Dokumentasi Pribadi



Saya juga mendukung pelarangan penggunaan kantong plastik di Kota Bogor yang secara resmi diaplikasikan di toko-toko retail di Kota Bogor sejak September 2019. Kebetulan sudah sejak lama saya selalu membawa beberapa kantung kain besar untuk belanja kebutuhan bulanan. Aturan ini tidak menyulitkan saya meski saat pertama kali peraturan mulai dilaksanakan, masih ada beberapa warga yang belum terbiasa.


Sampah Plastik

Dahulu saya belanja sayur menggunakan plastik, langsung dikemas dari penjualnya. Akibatnya plastik menumpuk dirumah, mulai dari ukuran kecil hingga besar. Plastik ukuran besar bisa saya gunakan kembali untuk melapisi tempah sampah, tapi plastik ukuran kecil? nah ini masih menjadi PR saya. Tapi sejak beberapa bulan lalu saya sudah mulai menggunakan kantong kain saat berbelanja sayuran di tukang sayur terdekat. Meski ada beberapa yang masih harus dibungkus plastik kecil misal saat bungkus cabai atau bawang, tapi setidaknya saya sudah berusaha mengurangi penggunaan plastik.

Suka duka melakukan perubahan ini adalah harus siap dicibir sebagian orang yang mungkin belum terketuk hatinya, atau belum paham dampak jangka panjang penggunaan plastik. Saya pernah disindir "oh biar kaya belanja sayur di supermarket ya" sama penjual sayurnya. Awalnya nggak nyaman, tapi lama kelamaan akan jadi terbiasa.


Sampah Dapur

Sampah dapur ini ternyata banyak ya, mulai dari sampah kulit sayur, buah sisa, sisa makanan seperti nasi dan lainnya, hingga sampah kulit telur. Hayo dibuang kemana? sampah ini busuk dalam semalam lho, baunya bukan main.

Saya memisahkan sisa nasi dan sayur matang pada sebuah wadah. Selanjutnya sisa makanan ini saya berikan untuk ikan, ayam atau bebek, kebetulan ayah saya pelihara beberapa hewan sehingga sisa makanan bermanfaat untuk mereka. Sisa nasi dan sayur bisa diminimalisir dengan masak secukupnya, sehingga masakan hari itu tidak meninggalkan sisa.


Sumber : Dokumentasi Pribadi


Sampah kulit sayur juga sama, saya pisahkan dalam baskom kecil, lalu saya iris kecil-kecil untuk makan bebek. Jika dalam hari itu sudah ada makanan dari sisa nasi semalam, saya alihkan sampah sayur ini sebagai pupuk kompos. Lumayan lho, kadang saya sebar sisa cabai busuk ke tanah, dan tumbuh subur hingga menghasilkan cabe sebanyak ini.

Pohonnya kecil tapi buahnya rimbun. Setiap hari bergantian sisa kulit sayur atau telur saya buang ke tanah untuk pengkomposan alami ke beberapa tanaman. Terkadang belum jadi kompos sisa kulit sayur sudah habis dipatuk bebek.


Sampah kulit sayur sebagai pupuk alami, termasuk juga kulit telur
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Sampah popok sekali pakai

Sampah yang satu ini masih belum bisa saya kendalikan, karena anak saya belum bisa lepas popok. Sehingga dalam seminggu ada sekitar 2 kantung berisi popok bekas. Namun demikian, saya memisahkan sampah popok ini di plastik terpisah. Semoga kedepannya saya bisa berhasil melatih anak saya untuk lepas popok.


Limbah Minyak Jelantah

Limbah ini mengerikan ya, karena tidak mungkin membuang minyak jelantah di washtafel atau saluran pembuangan dirumah, bisa mampet nanti karena minyak dan lemaknya nempel semua di paralon. Apalagi buang di tanah, bisa mencemari tanah. 

Saya sempat bertukar argumen dengan suami mengenai hal ini, saya merasa tidak sampai hati kalau harus membuang minyak ke selokan depan rumah, biar bagaimana airnya akan mengalir ke hilir. Akhirnya setelah saya cari tahu, saya membuang minyak jelantah dengan cara berikut :

  • Kumpulkan minyak jelantah dalam kaleng bekas
  • Setelah terkumpul penuh, mulai dipindahkan ke botol bekas, lalu di tutup dan diselotip bagian atasnya
  • Minyak jelantah dibuang bersama sampah lainnya

Tapi setelah saya menemukan aplikasi daur ulang, saya mengirimkan minyak jelantah ini kesana, dan setelah saya pelajari, minyak jelantah ini di daur ulang menjadi biodisel. Wah keren ya.

Dari semua teknik memilah sampah yang sudah saya coba lakukan sendiri dirumah apakah jadi tidak ada sampah yang diangkut setiap minggu? tentu saja ada, tapi sudah terpilah sehingga bisa dimanfaatkan kembali sesuai fungsinya. Sampah yang saya keluarkan juga bisa diminimalisir.


Harapan untuk lingkungan yang lebih baik

Saya berharap semakin banyak orang yang tersadar untuk mulai memilah sampah, karena artinya kuantitas sampah di TPA akan berkurang. Pembusukan global sampah organik juga berkurang, yang berujung pada upaya kita membantu mengurangi dampak pemanasan global.

Upaya ini tidak bisa berjalan sendiri, tentu saja harus dilakukan oleh kawasan dan diimbangi dengan kebijakan strategis baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, bisa berkoordinasi dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk pengelolaan sampah yang lebih tepat.

Menurut UU No. 81 Tahun 2012 Pasal 1, yaitu pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Sampah harus bisa di daur ulang agar kembali ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan juga lingkungan itu sendiri.

Sejauh ini, saya masih mendisiplinkan diri untuk terus mengurangi sampah dari rumah saya. Semoga kedepannya saya bisa menggerakkan kawasan saya (lingkup terkecil) untuk mendukung gerakan zero waste cities seperti yang sudah dilakukan YBPP. Kedepannya juga saya berharap peraturan yang ada bisa diikuti oleh semua masyarakat. Demi lingkungan yang lebih baik, bumi yang sehat.



Terima kasih sudah membaca, semoga menginspirasi.
Ingin berkenalan lebih dekat, mari kunjungi instagram saya. 


Referensi :

http://lipi.go.id/berita/single/horor-di-bukit-sampah/703

https://www.youtube.com/watch?v=6sj_FL-Hn0E

http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=1532821&val=4007&title=ANALISIS%20PEMANFAATAN%20LIMBAH%20KERTAS%20DAN%20KARDUS%20UNTUK%20PENYERAPAN%20SISA%20FLUIDA%20CAIR%20PADA%20INDUSTRI%20STUDI%20KASUS%20di%20PT%20XYZ

file:///C:/Users/client/Downloads/1089-1794-1-PB.pdf






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pizza Merakyat, the one and only Pizza in Purworejo

Sejarah Budaya Lomba 17-Agustus-an dan Pelestariannya Untuk Anak Generasi Pandemi

Pengalaman Pertama Masak Praktis Bersama Halofudi