Lebaran Minim Drama Tanpa ART


 

Lebaran mudik nggak?
Yang pakai ART gimana? ARTnya mudik nggak?

Wah . .


Kebetulan mami kian udah sejak tahun baru kemarin nggak pakai bantuan asisten rumah tangga (ART) lagi. Alasannya sederhana, qodarullah Januari silam suamiku terpapar Covid 19 dan akhirnya sejak saat itu aku memutuskan untuk lebih selektif mengizinkan orang lain keluar masuk rumah. Ya memang terpaparnya bukan karena ART yang pulang pergi setiap hari, tapi karena satu dan lain hal, akhirnya keputusan ini dibuat.


Berat sekali rasanya, terlebih ART (aku memanggil beliau bibi, sebutan untuk wanita yang lebih tua di kampung kami). Kebetulan bibi juga sudah berusia cukup tua, sekitar 50-60 tahun, meski fisiknya nggak tua-tua banget. Awalnya aku hire beliau untuk bantu rewang anakku saat aku kerja, sayangnya bibi nggak bisa ngikutin anakku dengan gesit, maklum karena sudah berumur jadi kerjanya memang slow but sure.


Wacana mau memberhentikan beliau sebetulnya sudah terlintas sejak lama, tapi selalu aku urungkan mengingat beliau sangat baik dan tulus, nggak pernah sekalipun minta sesuatu. Jangankan minta, aku suruh minum aja beliau nggak pernah minum, apalagi makan. Padahal aku dan keluarga sudah berulang kali menawarkan, bahkan ibuku juga tapi ya bibi bukan tipe orang yang "aji mumpung" dan ini langka banget.


Tak heran meski masa kerjanya baru sekitar 2 tahun tapi aku sayang banget sama beliau. Bahkan aku rela menggaji buta beliau karena waktu suami isolasi mandiri dirumah, beliau sempat aku rumahkan, tapi tetap aku gaji full. Rasanya tak sampai hati memutus hubungan baik ini, tapi akhirnya tepat di akhir Januari kami sepakat mengakhiri semuanya. Kaget. Itulah yang pertama kami lihat di raut wajahnya yang tak lagi muda, tapi beliau ikhlas, inilah yang membuat aku jadi merasa bersalah.


Sejak saat itu, kami berdua mengambil alih seluruh pekerjaan domestik dirumah. Kami tak segan saling membantu, hah membantu? wait.. ini rumah kami, rumah tangga kami, kenapa ada kata "membantu?". Bukankah sudah selayaknya memang mengemban peran masing-masing?



Iya dong, suami bekerja, akupun bekerja. Aku mengurus anak, suami pun mengurus anak. Pun dengan pekerjaan domestik, kami saling back up. Siapa yang sempat, silahkan kerjakan. Lebih tepatnya kami sadar diri untuk ambil bagian masing-masing. Misalnya suami, beliau ambil peran untuk menyapu, ngepel, nyuci baju (dengan bantuan mesin cuci), menjemur pakaian, dan sikat kamar mandi yang nggak tentu kapan jadwalnya. Sementara aku nggak mau kalah ambil bagian. Aku memasak, nyuci piring, angkat jemuran, setrika, dan juga mengajari anak banyak hal selayaknya sekolah-sekolahan dirumah saat aku jadwal work from home (WFH). 


Wah asyik ya, saling bahu membahu urusan domestik, pasti rumah tangganya akur? Hm, tunggu dulu, didalamnya terselip keluhan 'kamu enak ya' atau 'bisa nggak taro hapenya trus ambil sapu' atau lainnya, hihihi, ya samalah, semua juga ada dramanya. Tapi sebanyak apa? itu yang harus bisa ditekan.



Kami memiliki siasat khusus, apa itu?

  • pekerjaan sapu dan pel dikerjakan setiap minggu malam
  • masak besar dilakukan di awal bulan, dan simpen semua lauk di freezer box
  • setrika pakaian untuk anak dan kerja saja, selebihnya tergantung mood
  • nyuci pakaian dilakukan sebelum tidur, dan jemurin sebelum berangkat kerja
  • cuci piring tak boleh ditunda, karena makin beranak dan bau


Nah itulah kunci no drama selama tanpa ART. Memang awalnya sulit, kami merasa punya rasa lelahnya masing-masing, bahkan tak segan adu argumen saat lelah ini memuncak. Tapi setiap kali kami merasa lelah, disitu kami bersyukur. Ada rumah yang nyaman ditinggali, tak kehujanan dan kepanasan, tak bocor, tak merepotkan orang lain. Ada tubuh yang sehat hingga akhirnya kami bisa saling berbagi tugas, dan pastinya ada hal-hal lain yang akhirnya membuat kami tak sengaja membangun ikatan cinta di rumah.


Jadi kalau ada ungkapan lebaran no ART penuh drama? nah coba kita benahi diri ini dulu, apakah selama ini serba bergantung pada orang lain untuk melakukan pekerjaan yang semestinya bisa kita lakukan sendiri?

Toh menurutku adanya asisten dirumah itu sejujurnya untuk membantu kita, bukan melakukan apapun yang ada dirumah. Meskipun namanya asisten, ia juga manusia yang perlu dipenuhi hak-hak nya. Jadi, jangan lupa bersyukur ya.




Yuk mampir ke instagramku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pizza Merakyat, the one and only Pizza in Purworejo

Sejarah Budaya Lomba 17-Agustus-an dan Pelestariannya Untuk Anak Generasi Pandemi

Pengalaman Pertama Masak Praktis Bersama Halofudi