Ramadan saat Pandemi, 3 Hal ini Paling Dirindukan

 



Ini Ramadan kali kedua saya dan keluarga saat pandemi. Jujur, rasanya berbeda dari Ramadan dua tahun silam. Ramadan saat pandemi membuatku tak menikmati hiruk pikuk bahagianya Ramadan di luar sana. Meski demikian, tak mengurangi ke-khusyuk-an kami dalam beribadah. Beberapa hal secara perlahan hilang, bukan atas kemauan diri, tapi demi kebaikan semuanya. Aku tinggal bersama orang tua dan seorang anak kecil, yang tak serta merta bisa seenaknya berlaku yang mungkin bisa membahayakan kesehatan beliau. Ramadan ini sungguh beda, dan aku merindukan tiga hal ini . .


Sholat Tarawih dan Idul Fitri di masjid

Sungguh aku rindu. Rindu buru-buru pakai mukena dan sedikit berlari ke masjid terdekat yang nggak dekat-dekat amat. Rindu berlomba sampai duluan karena telat sedikit saja sudah tidak kebagian tempat menggelar sajadah. Rindu menitikkan air mata karena 3 malam pertama tarawih tausiyahnya seputar keunggulan tarawih di sepuluh malam pertama, kedua, dan terakhir. Rindu tertampar karena selama ini aku sibuk mengejar dunia. Rindu dengan suasana masjid yang tak berubah meski kami semua sudah tak kecil lagi.

Di masjid ini aku punya banyak kenangan bersama teman masa kecil. Mulai dari berangkat ngaji sehabis ashar, lalu kadang ada berbuka puasa bersama, dilanjut tarawih. Tarawih yang tak benar-benar tarawih karena masih sibuk lirik kiri kanan cari gebetan (biasanya tetangga yang lebih senior) atau sibuk mikirin nanti pulang tarawih mau jajan apa. Nggak konsentrasi karena banyak anak-anak lain main kejar-kejaran atau saling ledek. Rindu jaman masih ngitungin "berapa rokaat lagi". 

Ya Allah, rasanya sesak banget. Terlebih masa-masa menyenangkan itu mulai beralih sejak satu per satu dari kami membina hidup baru dan tinggal berjauhan. Saat ini kami semua sudah memiliki amanah yang membuat kami berjumpa dan melepas rindu masa kecil. Belum terbiasa rasanya dari berempat selalu bareng ke mesjid, tiba-tiba jadi jalan sendiri menyusuri blok satu dan lainnya hingga sampai ke masjid. Jalan yang biasa kami lalui, sedikit berlari saat melewati rumah gebetan. Malu tapi bahagia. Aku yang menikah paling akhir menjadi saksi bagaimana sepinya batin ini saat tarawih seorang diri. Meski di masjid sama penuh sesak, tapi aku rindu teman-temanku.

Ilustrasi seusai solat tarawih di buku terbitan Salam Kids, berjudul Allah Tuhanku Islam Agamaku


Dua tahun belakangan aku sudah tak pergi ke masjid. Meski beberapa masjid membuka solat tarawih berjamaah, dengan menerapkan protokol kesehatan, tapi jujur aku masih menimbang-nimbang. Terlebih setelah berkeluarga agak sulit juga pergi tarawih karena pasti ditangisi anak bayi. Nggak cuma solat tarawih, solat Idul Fitri pun jadi angan belaka. Aku rindu. Meski demikian, Ramadan tetap spesial di hati, yang kehadirannya dinanti dan kepergiannya ditangisi. Ya Allah, mudah-mudahan pandemi segera usai, dan semua kembali normal.


Ngabuburit dan Buka Puasa Bersama

/nga-bu-bu-rit/ atau /me-nga-bu-bu-rit/ yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menunggu adzan magrib menjelang berbuka puasa di bulan Ramadan. Kegiatan ini biasanya dilakukan selepas waktu ashar hingga beberapa saat menjelang berbuka. Ngabuburit biasanya dilakukan oleh anak kecil, sambil bermain bersama teman-temannya di sekitaran rumah. Tapi setelah aku dewasa, ternyata ngabuburit lebih seru karena wakttunya kami berburu takjil.

/tak-jil/ adalah makanan untuk berbuka puasa. Biasanya berupa makanan manis penghantar berbuka seperti es buah, kolak, bubur sumsum, bubur kacang hijau, atau jajan pasar lainnya. Nggak semuanya manis, bisa juga makanan gurih seperti gorengan, bihun atau mie goreng lengkap dengan sambal kacangnya, ahh enaknya. Lebih enak karena belinya antri sampai pada saatnya ternyata kehabisan.

Seru banget lihat banyak orang mendapat rejeki tambahan dengan berjualan makanan. Biasanya disetiap lingkungan perumahan ada bazar Ramadan. Isinya banyak, mulai dari jual takjil, makanan berat, aneka es, bahkan kerudung dan baju lebaran pun ada. Semua orang berlomba jadi pusat perhatian dengan menjajakan barang yang beda dengan yang lainnya. Suasana ini begitu ramai, semua orang ingin dilayani pertama dan buru-buru pulang untuk menunggu waktu berbuka.

Tak sedikit juga orang yang meluangkan waktunya untuk berbuka puasa bersama teman atau kerabatnya di suatu tempat. Biasanya tempat umum seperti mol akan ramai sekali dipadati orang yang hendak bukber (buka bersama) ataupun mereka yang belanja keperluan lebaran. Entah kapan terakhir aku pergi bukber, saking lamanya sampai lupa. 

Buka puasa berdua karena ayah harus pulang terlambat



Pandemi membuatku memilih berbuka dirumah saja, nggak ngabuburit lagi karena selain nggak tahan sama antriannya, aku juga takut. Beberapa orang masih abai pada protokol, tanpa masker misalnya. Semuanya perlahan berubah. Aku lebih sering menyiapkan buka puasa dengan masak sendiri dirumah, memang lebih hemat dan insya Allah lebih aman. Meskipun hanya dirumah saja, buka puasa tetap jadi momen paling ditunggu. Terlebih anakku sekarang sudah semakin paham tentang Ramadan, ia pun semangat melantunkan do'a buka puasa setelah adzan magrib berkumandang. Masya Allah Tabarakallah.


Mudik

Satu-satunya kegiatan yang aku sendiri sangsi kapan bisa terlaksana. Nggak berani mengambil resiko karena mudik bisa menjadi distribusi penyebaran virus corona. Mudik disini tak serta merta mengunjungi orang tua, karena kebetulan aku tinggal bersebelahan dengan orang tuaku dan jarak dengan mertua sekitar 60 km jauhnya. Tapi bukan berarti aku nggak pernah mudik. Aku punya kampung halaman di Purworejo, bersebelahan dengan kampung suami di Kebumen. Sebetulnya enak kalau kami bisa mudik, nggak perlu bergantian, karena silaturahminya bisa sekalian jalan. Tentunya hemat di ongkos, hehe. Tapi apa daya, peraturan di kantor suami belum memperbolehkan karyawannya pergi keluar wilayah Jabodetabek. Bersyukur kami masih bisa berjumpa dengan orang tua sesekali sepulang kerja.


Sumber : id.pinterest.com


Dua tahun ini pemerintah melarang mudik, tapi di beberapa kesempatan ada peraturan yang memperbolehkan mudik sebelum tanggal tertentu. Bagi teman-temanku yang merantau dan jauh dari orang tua, rasanya berat lama tak jumpa dengan orang tua. Bagaimanapun lebaran terasa indah jika pada hari kemenangan kita bisa sujud sungkem pada kedua orang tua dan saling maaf-maafan dengan sanak saudara.

Semoga semua yang merayakan Ramadan dan lebaran diberikan kemudahan, keikhlasan hati, dan kebahagiaan di hari raya nanti. Nah itulah tiga hal yang paling aku rindukan dari Ramadan di kala pandemi. Menjawab tantangan dari BPN 30 Day Ramadan Blog Challange yang mulai dipenuhi dengan tertatih-tatih. Semuanya tetap semangat ya puasanya, dan menulisnya. Bila berkenan silahkan mampir ke instagramku ya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pizza Merakyat, the one and only Pizza in Purworejo

Sejarah Budaya Lomba 17-Agustus-an dan Pelestariannya Untuk Anak Generasi Pandemi

Pengalaman Pertama Masak Praktis Bersama Halofudi