5 TV Series Favorit di Era 2000an




Si Doel Anak Sekolahan

Film buatan anak bangsa ini menempati urutan pertama di hatiku. Bagaimana tidak, aku hafal adegan penting dalam film ini. Mulai dari Atun kejepit tanjidor; Engkong (Pak Tile, Alm), Bang Mandra, dan Mas Karyo hilang di bandara waktu jemput Doel; Doel di wisuda yang rasanya bikin bangga semua penonton, Zaenab dimarahin ibu tirinya sampai menangis di sudut kamar, dan ahh banyak banget yang masih aku hafal soal jalan ceritanya. 

Si Doel berhasil mengambil hati semua yang nonton. Ditayangkan di salah satu TV swasta setiap siang, pas banget sepulang sekolah lalu makan siang ditemani sinetron yang menggemaskan ini. Beberapa kali aku kesel liat Bang Mandra kok males banget hidupnya, seperti tidak punya mimpi. Karakter ini lekat dengan keadaan disekitar kita, terkadang  kita lebih fokus menyesali nasib daripada berjuang keluar dari zona nyaman.


Sumber : instagram


Sosok Mak Enyak juga jadi poin penting dalam film ini. Sosok ibu yang hangat dan penuh sahaja, lebih banyak menahan sabar dalam tekanan ibu kota. Lain hal dengan Mpok Rodiyah (istrinya engkong) yang kerjaannya julid kemana-mana. Hahaha, semua hal dikomentarin sampai bikin kesal semua yang mendengarnya.

Film ini akhirnya diangkat ke layar lebar pada tahun 2018 diserbu banyak penggemar setianya, termasuk aku. Rela antri beli tiket demi lihat Non Sarah nan cantik jelita dengan kedermawanannya.


Carita de Angel

Masih ingat anak kecil pintar yang jadi kesayangan semua orang di sekolah? Adalah Dulce Maria, seorang anak taman kanak-kanak (atau SD ya?) berseragam biru dengan topi warna fushia yang menggemaskan. Anak malang ini ditinggal ibunya sejak kecil, yang membuatnya tinggal bersama ayah dan tantenya yang sangat baik hati. 

Tak lama berselang, Dulce Maria dititipkan di sebuah asrama dan mulai dekat dengan seorang suster (biarawati) yang baik hati bernama Cesilia. Uniknya, film ini mengingatkan kita pada sinetron Indonesia bertajuk Bidadari karena ceritanya yang hampir mirip.


Sumber : instagram 


Ibu Dulce Maria seringkali datang menemuinya dalam khayalan (yang terlihat seperti benar) saat anak ini bersedih. Sang Ibu menjelma seperi sosok bidadari yang selalu menceriakan hari-hari Dulce Maria saat bersedih. Rupanya ia memiliki ruangan rahasia di bawah tanah yang menjadi tempat pertemuannya dengan sang Ibu. Semasa aku kecil rasanya sedih sekali menonton film ini, karena terbayang sosok anak kecil yang harus bertahan tanpa ibu sejak kecil.

Beruntunglah ia dikelilingi banyak orang baik yang selalu menemaninya. Salah satunya tante kesayangannya yang sering ia sebut sebagai tante rambut palsu. Ia dan tantenya sering bersekongkol untuk menjodohkan Suster Cesilia dan ayahnya, serta berusaha menjauhi calon ibu tirinya, Nicole. Film ini tak pernah terlupakan karena setiap hari aku selalu menunggu tayangannya dimulai. 



Endless Love (Autumn in My Heart)

Ini film paling sedih yang pernah aku tonton. Sepanjang cerita nggak ada adegan bahagia, meski ada sebenarnya, tapi aku terlanjur melow. Cerita bermula dari kehidupan sebuah keluarga yang sangat bahagia dan harmonis. Terdiri dari ayah dan ibu yang rukun dan sepasang anak yang saling menyanyangi.

Anak tertua adalah laki-laki yang mencintai adiknya sebegitu luar biasa, sementara sang adik perempuan yang manja sangat menikmati perannya sebagai anak bungsu.

Awalnya semua baik-baik saja, sampai suatu hari saat ritual mandi bersama, sang ibu dna anak perempuan saling memuji satu sama lain di bak mandi. Tiba-tiba sang anak menyadari bahwa bentuk lekuk kupingnya berbeda, hanya ia seorang yang berbeda.

Sang ibu tak begitu memperdulikan, sampai suatu hari sang ayah menemukan seorang anak perempuan, yang sebaya dengan anak perempunnya. Anak ini ternyata teman (lebih tepatnya rival) disekolahnya. Singkat cerita, ternyata mereka tertukar saat dirumah sakit. Dengan sangat terpaksa gadis ini mengetahui semuanya dari percakapan yang tak sengaja ia dengar, semua terpukul, terutama sang kakak.

Tak lama setelah berita ini di dengar semua pihak, keluarga gadis malang ini harus pindah ke Amerika (bersama dengan gadis yang tertukar tadi), sedangkan ia harus mulai menata hidup bersama ibu setengah baya di pinggiran sungai, menjual makanan setiap hari.

Adegan dramatis pun terjadi, aku menangis sepanjang episode ini, melihat gadis malang itu mengejar mobil keluarga lamanya untuk berpamitan. Namun naas, tak satupun keluarganya yang mengetahui bahwa ia berteriak dan mengejarnya. Tenaga gadis ini habis tatkala mobil yang dikejarnya berbelok melewati terowongan. Ia terduduk lemas dan hanya pasrah pada nasibnya.

Sungguh drama ini begitu menyayat hati. Meski demikian, sekian tahun berlalu, akhirnya mereka dipertemukan lagi. Sang kakak yang tahu bahwa kini mereka tidak sedarah, mulai jatuh cinta. Tak lama setelah adegan pernyataan cinta ini terjadi, sang adik terkulai lemah karena penyakit kanker  yang dideritanya. Drama cinta segitiga pun terjadi.

Di akhir cerita, drama yang menguras emosi ini tidak membiarkan penontonnya bahagia. Aku masih dibuat menangis saat sang kakak menggendong cinta sejatinya, yang ternyata itu adalah gendongan terakhirnya. Sang adik (yang saat itu telah jadi pacarnya) meninggal dunia dalam gendongannya.

Ah, kenapa penulis skenarionya begitu pintar menaik-turunkan emosiku. Rasanya aku larut dalam cerita ini, terima kasih telah menjadi serial drama yang begitu menyentuh perasaan.



Sumber : idntimes



Petualangan Sherina

Entah film ini bisa dibilang serial TV atau bukan, nyatanya aku selalu melihat film ini diputar setiap kali liburan sekolah tiba. Drama yang menceritakan seorang anak perempuan bernama Sherina harus berpisah dengan teman-temannya karena ikut ayahnya pindah ke Bandung. Di Bandung, ia tak serta merta memiliki teman. Sherina justru mendapat bullyan baik secara verbal maupun fisik (ala anak sekolah) dengan teman laki-lakinya bernama Sadam.

Suatu hari Sherina bertamu kerumah atasan ayahnya, ternyata itu adalah rumah Sadam. Drama dimulai, kalau ditonton saat usiaku saat ini, film ini menjadi lucu sekali, drama khas anak sekolah. Berbeda saat aku menonton film ini waktu duduk di bangku sekolah dasar. Rasanya drama ini begitu menegangkan, apalagi waktu Sherina dan Sadam tersesat di hutan setelah berjalan-jalan ke kebun Pak Ardiwilaga.

Tak sampai disitu, mereka berdua jadi korban penculikan yang sudah direncanakan. Pelakunya siapa lagi selain Kertarajasa, yang menjadi saingan Pak Ardiwilaga. Saat menjadi tawanan inilah keduanya saling dukung dan berdamai, terutama saat sakit maag Sadam kambuh, Sherina dengan sigap mencari pertolongan dan bertemu dengan bapak penjual sayur. Akhirnya ia pun diantar pulang kerumah dan langsung melapor kepada ayahnya Sadam.

Sumber : cnnindonesia.com


Bertepatan dengan itu, ia berhasil mengagalkan rencana Sis Natasya yang membujuk Pak Ardiwilaga untuk menandatangani sejumlah perjanjian. Akhirnya Sis Natasya dan Kertarajasa beserta anak buahnya ditangkap, dan Sadam berhasil diselamatkan. Petualangan ini berakhir dengan bahagia, sebuah permusuhan yang diakhiri dengan persahabatan. Suatu akhir yang indah.

Pertualangan Sherina tak usang oleh waktu, hingga kini sudah 21 tahun silam sejak film ini dirilis pertama kali dan bolak-balik masuk ke layar kaca sebagai penabur rindu para penggemarnya. Tampaknya film ini akan terus diregenerasikan ke anak-cucu nanti.


Doraemon

Siapa yang nggak kenal doraemon, bahkan sampai detik ini pun masih tayang. Film berseri yang selalu aku tunggu setiap minggu pagi, jam sembilan. Tak perlu berpanjang cerita karena semua orang kenal film ini. Aku hanya bernostalgia karena film ini menceritakan perjuangan seorang anak yang (cukup) malas, untuk bisa menggapai mimpinya.

Sumber : pikiranrakyat.com


Doraemon menempati ruang tersendiri di hati penggemarnya. Disamping alur ceritanya yang sudah bisa ditebak, kita seakan-akan terhipnotis dengan apa yang disajikan. Serial berdurasi 30 menit ini sayang untuk dilewatkan, satu hal yang mengganggu acaraku menonton doraemon, adalah ayahku yang menonton pertandingan tinju di layar kaca sebelah.


Nah itulah 5 serial TV farovitku, semuanya di era 2000an. Karena sungguh setelah dewasa aku tak hobi menonton (aneh kan?). Terakhir pergi ke bioskop sekitar tahun 2012, itu juga karena dipaksa teman sekampus nonton bareng. Selebihnya aku memilih menonton dirumah, atau tidak sama sekali.


Jadi, terima kasih pada BPN 30 Day Ramadan Blog Challange yang telah mengajakku bernostalgia ke serial TV yang paling aku gemari semasa kecil. Rasanya seperti baru kemarin, bahkan jalan ceritanya pun sedikit banyak masih lekat di ingatanku.

Jangan lupa mampir ke instagramku yaa ❤

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pizza Merakyat, the one and only Pizza in Purworejo

Sejarah Budaya Lomba 17-Agustus-an dan Pelestariannya Untuk Anak Generasi Pandemi

Pengalaman Pertama Masak Praktis Bersama Halofudi