Dapur, Sumber Inspirasiku saat Jenuh


 


Hari ke berapa puasa ini udah bahas tentang kejenuhan. Ahhh semua akan masuk pada titik jenuh, termasuk aku. Apalagi kalau lagi ada tamu bulanan, mood swing banget. Tapi setiap orang punya cara menetralisir supaya mood balik 100% lagi. Dulu setiap kali jenuh aku pasti pergi berenang, rasanya tuh nyesss gitu. Setiap kali suntuk atau ngerasa beban di pundak sudah pada puncaknya, aku menceburkan diri ke kolam renang, mak plong byurrr ! hilang semuanya. Sensasi melihat di dalam air itu seperti beban ini tak ada apa-apanya dibanding luasnya mata memandang di kedalaman air. Semuanya biruuu, sayup-sayup terdengar suara orang diatas sana, lebih jelas terdengar suara gelembung karbondioksida yang keluar dari mulut kita secara perlahan. Blubuk blubuk. Yaaaa, meski aku juga gak bisa-bisa banget berenang, lebih tepatnya cuma jago gaya batu, tapi aku suka nyelam kedalam air (air yang cuma 1,5 meter tapi, hahaha).


Saat tubuhku berada di dalam air rasanya aku jadi ingat untuk banyak bersyukur, kadang-kadang timbul bayangan "gimana ya rasanya para korban kapal tenggelam saat tahu mungkin ajalnya di depan mata" aku saja yang sengaja menceburkan seluruh badanku dalam air rasanya gelagapan saat tahu stok oksigen di tubuh nyaris habis. Astagfirullah, kenapa malah jadi bahas yang enggak-enggak.


Sekarang, terutama saat sudah berkeluarga dan pandemi, aku mulai menata hati karena kita lebih banyak menghabiskan waktu dirumah, dengan orang yang sama (suami dan anak) selama 24/7, artinya kemungkinan kita bergesekan dengan mereka semakin besar. Terlebih anakku maunya gelendotan sama maminya terus, padahal ayahhnya juga ada, kadang karena kita merasa terbelenggu, maka kita rasanya jenuh. Jenuh bukan berarti tidak bersyukur, tapi diri ini bukan hanya milik satu pribadi semati, aku tetaplah seorang anak, seorang istri, seorang ibu, dan seorang wanita dewasa muda yang butuh waktu untuk mengisi jiwanya. Aku juga bisa merasa jenuh, bisa merasa "aku butuh sedikit melipir mencari inspirasi"


Beberapa kali sempat "mencari" inspirasi, sok ikut-ikutan teman yang memang pandai sekali membuat goresan tinta menjadi sebuah gambar, atau menyulam, atau memainkan alat musik sambil ikut bersenandung, atau berniaga. Beberapa kali aku coba, iya aku berusaha mencoba, tapi nggak bisa. Literally nggak bisa, karena memang dari kecil nggak pernah terasah. Sesekali timbul iri kenapa yang lain bisa kok aku nggak, kayaknya enak banget liat orang lain gores-gores lalu jadi gambar aesthetic, lihat orang lain jago design dan membuat sumber penghasilan baru darinya.


Ah ya begitulah manusia, sukanya saling membandingkan, maunya banyak tapi belajarnya kadang nggak serius. Tapii, setelah aku korek-korek, ternyata ada satu yang benar-benar serius aku geluti, dari dulu sampai sekarang, tepatnya sejak tahun 2007an. Adalah memasak (ibu-ibu banget nggak sih) hahaha. Aku tidak serta merta suka memasak sampai aku mengambil kuliah jurusan gizi. Ternyata, di dalamnya aku harus bisa memasak, yaa paling tidak aku paham konsepnya. Apakah memasak juga butuh konsep? ya tentu, gimana caranya kita tahu steak ini welldone atau raredone kalau nggak paham basicnya?


Food prep sayuran, simpel tapi bisa menghemat uang belanja sampai 30% 

Long story short, aku jadi belajar masak, pertama kali adalah praktikum bikin tumisan, lalu kelompokku kebagian tumis kangkung. Yaelah, bagi aku yang sekarang numis kangkung bisa sambil merem, salto juga bisa (jumawa banget >_<) tapi bagi aku belasan tahun lalu, numis kangkung adalah hal yang menegangan, ditambah dosenku killer. Itu dulu. Seiring berjalannya waktu, makin sering praktikum, aku makin sadar kalo aku memiliki kesenangan tersendiri saat berada di dapur praktikum. Praktikumnya seru, dengan pakaian lengkap ala koki mulai dari topi, dasi, apron, dan perlengkapan wajib seperti sendok, garpu, pisau dan serbet. Kami belajar aneka jenis masakan mulai dari chinnese food, western, arabian, sampai traditional food, semuanya juga ada ujiannya.


Setelah kuliah berakhir, ternyata passion ini terbawa terus, sayangnya waktu belum berkeluarga aku terkendala tidak bisa mengeksplorasi dapur karena ibuku bukan tipe yang suka masak. Beliau merasa dapurnya akan berantakan, licin berminyak, dan nggak nyaman. Jadi aku memilih nonton tayangan tentang masak memasak di TV (dulu youtube belum tenar seperti sekarang), atau sesekali masak saat ibuku pergi dinas, hahaha. Kegemaran ini juga nggak sepenuhnya di dukung, beberapa kali aku "diledek" tapi semua itu nggak menyurutkan passionku.


Hingga akhirnya setelah aku sudah berkeluarga, aku membangun sendiri dapur impian. Dapur dengan kabinet hitam agar terlihat elegan (padahal biar kalo kotor nggak kelihatan hihihi), ada jendela besar agar sirkulasi lancar, dan keramik dinding bergambar sendok garpu. Semua aku rancang sendiri dalam anganku dan aku wujudkan dalam sebuah dapur impian.. Ilmu yang aku dapatnya sungguh berguna, kebetulan keluargaku suka makan dan aku suka memasak, perpaduan yang passs ! bahkan, waktu hamil muda pun aku tetap memasak, meski sambil hoek hoek tapi rasanya senang sekali.


Bikin stok lauk untuk Kian, selengkapnya bisa mampir ke instagramku ya


Passion ini semakin membuatku bahagia saat anakku beranjak dewasa, ia anak laki-laki yang pandai memuji. Setiap kali aku memasak, ia berlari dan gimmik mencium aroma masakan seraya berkata "mami, mami masak apa kok wanginya enak banget". Padahal aku cuma masak sop sawi kesukannya, ia lantas mencicipi, dan tak lupa mengacungkan kedua jempolnya sambil bilang "masakan mami memang paling enak".


Rasanya diri ini terbang, bahagianya bukan main. Aku merasa apa yang aku lakukan, meski kadang lelah di dapur, terbayar semua karena mereka suka dan kenyang karena masakan buatanku. Seperti kata pepatah :




Sejak saat itu setiap kali aku merasa gundah atau buntu pada suatu hal, aku pergi ke dapur, dan masak. Masak yang biasa saja, seperti bikin bakso atau dimsum buat cemilan orang rumah, bisa dipastikan aku sudah kembali ceria. Rasanya energi ini 1000% kembali. Semangat penuh lagi. Selain suka masak, aku juga hobi makan, jadi ya sudahlah timbangan nganan terus tak mengapa asal aku bisa terus produktif dan menciptakan bahagia untuk orang di sekelilingku.



Anyway aku juga rutin posting resep sederhana yang bisa buat kita efisien terhadap waktu, beberapa tips agar di dapur jadi lebih menyenangkan, semuanya aku share secara cuma-cuma berdasarkan pengalamanku. Monggo mampir ke instagramku ya.



Jadi kalau BPN 30 Day Ramadan Blog Challange nanya : sumber inspirasi saat jenuh? aku dengan mantap menjawab "krompyangan di dapur membuatku terinspirasi banyak hal bahkan sampai konsisten menulis di hari ke 11 ini"



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pizza Merakyat, the one and only Pizza in Purworejo

Sejarah Budaya Lomba 17-Agustus-an dan Pelestariannya Untuk Anak Generasi Pandemi

Pengalaman Pertama Masak Praktis Bersama Halofudi